Halaman

25.11.12

nejolk

Nejolk.Fri.23’11’12

Malam yang terasa semakin sunyi, sepi, yang tentunya tiada lagi suara-suara gaduh bak di siang hari. Hanya terdengar samar-samar suara canda tawa kakak-kakak kost. Aku satu diantara yang ada, seolah juga bergurau ria bersama. Gembira yang ku rasa karena satu hal, janji. Yah, janji untuk keluar. Hemmmm keluar kemana juga belum pasti tujuannya. Sebab inipun masih konsep diriku. Tanpa ada yang tahu satupun. Dari balik jendela kupandang butiran salju turun dengan gemulainya seolah kompak mengajakku menari.
Angan dan khayalan pun berhasil menyeretku menuju bayang wajahmu. Terukir manis senyummu dan lembut serta santun katamu. Ya, hanya dalam hitungan detik aku merasa apa yang terjadi kemarin seolah terulang kembali.
...meski dingin menyelimuti malam itu dan hanya berbalut woolen tipis, dengan tulus kau berkata “tak apa, aku akan mengantarmu pulang, tunggu aku J.” Ramah dan kalemnya dirimu padaku telah membius hati ini tuk slalu menjaga apa yang telah hadir selama ini. Tepat di bawah temeram lampu yang berdiri kokoh sepanjang jalan kampus utama, aku berdiri menantimu. Berharap kau segera tiba dan menyuguhkan senyuman hangatmu buatku.
Dingin salju malam itu tak seperti malam-malam yang lalu, seolah mereka membujukku agar aku tetap bertahan di kamar kost yang hangat. Detik demi detik aku menunggu, jalan yang tadinya ramai oleh mahasiswa dan para undangan di gedung itu, kini semakin sepi. Tinggallah beberapa mahasiswa yang lalu lalang. Hati semakin tak karuan. Kulirik jam ungu muda di pergelangan tangan kiriku, pemberian ibu ketika aku masih di kampung. Jarum pendek tepat menunjuk angka 22.30 waktu setempat. “kakak dimana? Kenapa belum tampak juga innova silver dengan kilauan biru yang menghiasi sisi kanan kirinya?”, batinku berteman gelisah dalam hati
“...ada intan permata dibalik kesabaran..” Hm, kata itu selalu terukir dan akan selalu teringat dengan baik dalam ingatanku. Tak lama berselang, sebuah kendaraan beroda empat berhenti di depanku. Pintu terbuka perlahan. Sepasang sepatu kulit mulai berjalan perlahan ke arahku. Kulihat ada sesuatu yang berada di tangan kananmu. Aku terdiam. Sorot teduh matamu membuat hatiku tambah berdebar. Senyum yang kutunggu sejak tadi mulai menyapaku. “Maaf ya, lama. Parkiran macet, dan kendaraan ada di dalam”, seulas senyum dan lembut suaramu membuat hati semakin tak karuan. Aroma khas tubuhmu begitu kental aura religius saat kau kalungkan sebuah syal tebal di leherku. “Subhanallah...”, batinku pun tak henti-hentinya menyebut asma-Nya. Inikah malaikat yang kau kirim untuk menjagaku, Tuhan?. Kau tuntun aku berjalan menuju innova silver yang terhiaskan salju putih nan berkilau karena cahaya lampu.
Dengan sigapnya kau raih gagang pintu. Dan membukanya untukku, “Masuklah...”, sekali lagi, dengan senyum manismu. Dalam diam aku memperhatikanmu berjalan menuju pintu sopir. Wajah nan lugu, polos, lucu dan nampak begitu rupawan dengan wool warna gelap yang kau kenakan. Dan satu hal yang membuatku berulang mengucap kagum pada-Nya, peci warna cokelat yang menutup kepalamu menambah aura religius dalam dirimu. “Assalamualaikum, manis,” suara lembut mengagetkanku. Tak kusadari kamu telah duduk di sampingku. Lengkap dengan sabuk pengaman dan tangan memegang kunci. Mobil siap dijalankan. “Waalaikumsalam...”, segera jawabku. Begitu senyum menghias bibirku yang agak kebiruan karena dingin salju disaat kau memanggilku ‘manis’. Entah, hanya itu yang kurasa tiap kali kata itu terucap dari mulutmu...
Tiringting, ting, ting. Bunyi hape membangunkanku dari lamunan ini. Kuambil hape silver yang tergeletak diatas selimut orange. Begitu senang ketika aku membacanya.
“Maaf ya lama, Hemm aku nanti mungkin hanya keluar, main. Kenapa?,”
“Egak kak. Aku hanya ingin tahu tempat dimana kamu pernah belikan aku pizza mini waktu itu,”
“Ooh, jadi kamu ingin tahu? Ingin tahu aja atau mau diantar?,”
“hemmm diantar juga gak apa, nanti sekalian beli. Tapi...kakak kan mau keluar, apa aku gak ganggu acara keluar kakak malam ini?,”
J egak kok, manis. Aku malah senang jika bisa keluar denganmu. Okay, wait me..”
“okay, thanks..”
Selagi menunggunya datang. Segera saja ku bangkit dari tempat aku duduk. Kutinggalkan hape silver di dekat jendela yang masih terbuka sedikit di bawah. Kuambil kaos panjang hitam yang memang telah aku rencanakan untuk kupakai malam ini dengan berselimut jaket merah marun yang super tebal hadiah ketika ulang tahunku ke 18 dari papa. Kupandangi berkali-kali diri ini di depan cermin. Ooh, begitu anggunnya aku malam itu dengan pakaian dinginku dan berjilbab yang senada dengan warna celanaku. Tak lupa juga, syal darimu yang berbordir lafadz Allah ku kalungkan di leherku. Aku telah siap. Senyum menghias di wajahku yang terlihat begitu kaku karena dingin.
“Manis jadi keluar gak malam ini?”. Akupun berbalas, “memang kakak sudah siap berangkat?”, balik ku bertanya.
“Kapanpun aku siap kok,”
“Hemmm iya deh”, balasku riang.
Aku tahu dia perlu mempersiapkan dirinya untuk keluar malam ini. Akupun membuat secangkir hot chocholate late. Kubuka notebook-ku dan aku siap menjelajah dunia maya, hmm bisa jadi facebook, twitter, blogger, dan apapun itu yang lain. Maklum, aku mulai terbiasa seperti itu semenjak berada jauh dari keluarga. Saking asyiknya, tak kusadari jika waktu telah menunjuk pukul 19.45 waktu setempat. Itu artinya waktu begitu mepet dan terbatas. Aku tak terbiasa keluar jam segitu, meski kini aku tak tinggal di daerah yang menerapkan adat timur. Aku sadar aku sekarang tinggal dalam lingkup adat barat. Dimana di sini bebas untuk keluar dengan siapapun dan jam berapapun. Namun, aku dan teman-teman asrama tak begitu mengikuti adat yang ada. Karena bagaimanapun adat kami adalah adat timur, yang harus tetap kami jaga norma-normanya. Segera teringat olehku akan keberadaan hp silverku. Melompat dan berlari aku ke arah jendela yang masih terbuka sedikit. Kuraih hp itu dan kuhubungi dia. Tiada jawaban. Pesan pun juga tak terbalas. Ku coba hubungi dia berulang kali, namun tetap saja apa yang ku dapat. ‘Zonk’. Hufft, perasaan tak jelas dan khawatir mulai menghiasi relung hatiku. Sementara jam terus berjalan dan waktu semakin menuju larut malam. Kali ini kutinggalkan hp silver di sebelah selimut orange. Berharap agar kakak menghubungi aku dengan segera.
Benar juga. Tepat pukul 20.15 song Empire State of Mind by Jay Z feat. Alicia Keys berbunyi dari hp silverku. Kuambil dan..
“hallo, Assalamualaikum..”, sapaku. Meski tinggal di negeri orang, namun aku tetap menjaga adat serta keyakinan yang aku anut.
“Waalaikumsalam, aku sudah di depan”
“Sudah di depan??”, aku bengong seraya berlari menuju jendela dan menyingkap kelambu dan kulihat ke arah luar. Seolah tak percaya jika dia telah benar-benar ada di situ. Samar-asamar kulihat. Benar juga, innova silver terparkir agak berjarak dari pagar depan.
“Iya, bagaimana?”
“hemm, aduuh sudah jam segini, kak. Aku tak biasa keluar dengan cowok jam segini. Gimana dong? Mana kakak sudah datang juga”
“Terus mau kamu gimana? Jadi atau enggak?”
Bingung mulai merasuk dan menghantuiku, “inginnya tetap jadi, tapi waktu sudah menunjuk pukul 20.30”
“Ooh, yasudah kalau memang nggak jadi. Okay”
Telepon langsung terputus. Suara kekecewaanlah yang terakhir ku dengar dari seberang telepon. Segera bahagiaku berubah jadi dilema. “Tuhan, begitu bodohnya insan ini. Apa yang telah aku lakukan sehingga suara terakhir yang keluar begitu berat terdengar..??” Akupun tersungkur dan hp silver jatuh lepas dari genggaman. Air mata mulai membasahi pipiku. Isak tangis tak terhentikan. Begitu sesal yang ada di hatiku. Kulepas syal yang kulingkarkan di leherku. Ku lihat bayang wajahnya di sana termenung karena sedih dan kecewa benar terhadapku.
Kupeluk erat syal silver rajutan khas ibunya. Air mata tak hentinya mengalir seolah berebut menjadi pemenang di pipiku. Begitu bimbang yang kurasa, hanya sesal yang tersisa. Perlahan aku tenangkan pilu ini seraya berdoa pada-Nya. Ku cari dimana hp silver berada. Kutemukan tak jauh dari tempatku duduk. Segera ku hubungi dia. Tapi tak ada jawaban. Sekali lagi kucoba untuk menguhubunginya, namun hasil yang ku dapat tetap saja nihil.
“Kak, beneran aku gak ada maksud ganggu kakak. Tapi apakah mungkin aku memang jahat? Aku gak bermaksud mengecewakan kakak, aku gak bermaksud bohong terhadap kakak. Namun, waktu yang membujukku membuat keputusan begini. Sungguh tiada ku sangka dan tiada kukira akan begini jadinya... maaf kak..”
Detik demi detik, menit berganti ke jam tak pernah sedetik pun mataku menanggalkan pandanganku dari hp silver. Hingga ku lihat waktu menunjukkan pukul 22.50 malam itu belum juga ada balasan darinya. Begitu tak karuan rasanya hati ini. Ya, mungkin kakak memang benar-benar kecewa dengan apa yang terjadi malam ini. Air mata hanya membanjir dalam hati, tiada bisa dan tiada pernah bisa ku teteskan ke pipiku. Aku berharap esok hari kakak masih mau dan menunjukkan senyum santunmu terhadapku.
“Mas... “
Pesan terakhir yang ku kirim padamu akan menjadi kenangan bahwa perkenalanku denganmu dan akan hadirnya dirimu dalam hidupku telah mampu membuat aku berubah jadi yang lebih baik dan semakin mengenal arti aura religius yang kamu miliki. Semua tiada berarti tanpa ridho Illahi. Kamulah semangat hidupku... (titikduabintang) **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar